Ikhwah, kalau Antum ga pengen bilang dakwah di sekolah Antum lagi down, ya jangan ngomong doang, terjun dong kalau perlu menenggelamkan diri kembali ditempat ini, tempat yang juga menjadi asbab Antum bisa menjadi lebih baik seperti sekarang!!
Kalimat di atas mungkin terdengar terlalu keras, tapi itu adalah realita. Saya tidak sedang mengatakan bahwa di semua tempat mengalami hal yang serupa, yaitu kemerosotan kualitas maupun kuantitas dakwah level sekolah, bahkan di beberapa tempat geliat dakwah sekolah itu begitu menggelora, namun di beberapa tempat yang lain hal itu menjadi semacam masalah yang kurang direspon sebagai qadhaya dakwah yang harus diselesaikan dengan segera, karena ibarat tumor, kalau tidak segera diangkat, maka akan cepat menjalar ke seluruh tubuh.
Sebenarnya, dakwah sekolah sedang mendapat angin segar dengan 2 hal, yaitu munculnya pemberitaan Rohis di sebuah media nasional untuk mengkounter serangan Rohis sebagai sarang teroris dengan eksistensi kebaikan yang menolak tuduhan itu dengan elegan, serta isu lemahnya institusi sekolah dengan berbagai kurikulum pendidikannya yang gagal mengatasi kenakalan remaja yang terwujud dengan maraknya kembali tawuran pelajar di mana-mana.
Maka sebagai aktivis dakwah harus melihat peluang besar tersebut dengan sesegera mungkin menawarkan “produk dagangannya” ke berbagai pihak agar momen tadi tidak hilang begitu saja. Hanya saja kadang kita belum mengemas “produk” kita tersebut dengan semenarik mungkin, agar “target pasar” kita mau membeli “produk” yang kita tawarkan tersebut, begitu pula dengan mempersiapkan manajemen yang solid serta sistem yang teratur, agar “produk” kita tersebut terjaga kesinambungannya dan bahkan semakin hari semakin berkualitas.
Kembali ke potongan kalimat di awal, sayangnya di tengah menggeliatnya kembali kebanyakan aktivis dakwah mengelola para pelajar sebagai bagian dari anashir dakwah, masih saja ada yang (lebih) senang menjadi penonton ketimbang turun sebagai pemain, masih saja ada yang (tak) merasa telah menjadi pecundang bukan pemenang.
Ketika rekan2 dakwahnya sedang berusaha membangun kembali bangunan dakwah dengan segenap kemampuan dan doa yang bisa mereka lakukan, para penonton itu hanya menyibukkan diri dengan sorakan dan ejekan yang justru menjadi benalu yang bisa melemahkan saudaranya yang lain.
Ada yang merasa sudah terlalu “tua” untuk terlibat dalam dakwah sekolah, karena merasa sudah memiliki bentangan jarak usia sekarang dengan masa kelulusannya “dulu” walaupun masih berstatus ‘single’. Padahal tidak sedikit aktivis dakwah sekolah yang masih aktif adalah mereka mereka yang sudah memiliki “gelar” Abi dan umi dari sekian anak, yang tidak membuat mereka kehilangan ‘sense of belonging’ dengan dakwah sekolah.
Atau, ada pula yang merasa sudah terlalu sibuk dengan aktivitas duniawinya sehingga merasa pantas untuk keluar dari arena dakwah, padahal di sekitarnya tidak sedikit yang disibukkan dengan berbagai aktivitas duniawi juga aktivitas dakwah, namun masih memiliki porsi yang tidak sedikit untuk berkecimpung dalam dakwah sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar